KONGRES 4 IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Berhimpun dalam perhimpunan Ikatan Alumni untuk jalin silaturahim dan memberikan suara dalam Pemilu Raya Ikatan Alumni UPN Veteran Jakarta.

Silaturahmi Alumni UPNVJ Lintas Jurusan sebagai Pra Kongres

Silaturahmi Alumni UPNVJ Lintas Jurusan di CAFE FIFO yang berlangsung dua kali adalah tonggak digagasnya perhimpunan ikatan alumni yang harus diawali dengan Kongres Alumni UPNVJ.

Keinginan Kuat Memiliki Ikatan Alumni UPNVJ

Dengan keinginan kuat dan upaya intensif untuk berhimpun dalam Ikatan Alumni, maka dimulailah pembukaan Kongres Alumni UPNVJ yang Perdana di Gedung Auditorium Fakultas Kedokteran jam 08.00 tanggal 14 Mei 2011.

Kongres Alumni UPNVJ terlaksana dengan Antusias

Masa-masa aktif dalam lembaga kemahasiswaan seperti terulang dalam bertemunya berbagai pendapat pada saat pembuatan mekanisme lembaga perhimpunan Alumni UPNVJ dalam Kongres yang pertama kali terselenggara.

Rapat-Rapat Kerja Maraton Kepengurusan IKA UPNVJ

Semuanya tidak semudah yang dibayangkan, setelah berjalanya Kongres lalu berjalanlah rapat-rapat kerja pembentukan kepengurusan yang begitu dinamis untuk menggambarkan banyaknya aspirasi yang harus diserap.

Menghadiri Undangan Wisuda, Serah Terima Alumni Baru

Tanggung jawab alumni yang paling terus bertambah tiap tahunya adalah bertambahnya kelulusan alumni baru yang siap memasuki dunia kerja, di sini peran alumni untuk mensupport berbagai informasi kebutuhan kerja diuji.

SPECIAL

Rabu, 12 Maret 2014

Kebangkitan PT. Dirgantara Indonesia Dengan Meraup Keuntungan

Manuver Penting Setelah Mati Suri
PT Dirgantara Indonesia mulai menggeliat setelah sekian tahun lunglai tak berdaya. Mulai 2009, perusahaan pembuat pesawat itu telah mencatatkan laba. Kini restrukturisasi keuangan yang sudah dilakukan mulai memperlihatkan hasil dan kontrak pun mulai berdatangan.

PT Dirgantara Indonesia pernah dielu-elukan masyarakat karena menaikkan pamor bangsa Indonesia di bidang teknologi. Pada era 80-an, sewaktu masih bernama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN), institusi itu sudah membuktikan bahwa Indonesia sudah bisa berdiri sejajar dengan negara maju lain karena mampu memproduksi pesawat terbang sendiri.

Tidak hanya itu, IPTN juga mampu membuat helikopter dan senjata, serta menjadi penyedia jasa pelatihan dan pemeliharaan (maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat pabrikan terkenal dunia. Selain itu perusahaan yang berdiri sejak 1976 itu juga sanggup membuat komponen pesawat untuk industri-industri pesawat terbang besar di dunia seperti Boeing, Airbus, General Dynamic, dan Fokker.

Namun, perusahaan yang pada 1985 berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) itu sempat hampir crash ketika krisis moneter 1998 mengguncang Indonesia. Akibatnya, pada 2000, IPTN direstrukturisasi dengan mengubah nama menjadi PTDirgantara Indonesia (PTDI) hingga kini. Jadilah, sepanjang periode 1998 hingga 2002, PTDI merugi hingga Rp7,25 triliun dan terbelit utang sebesar Rp3 triliun.

Pasca reformasi, Presiden Abdurahman Wahid yang berkuasa saat itu, memberikan tugas khusus kepada Rizal Ramli yang sedang menjabat Direktur Utama Bulog, untuk membenahi PTDI yang sekarat. Hasilnya, mulai 2002, lambat laun kinerja perseroan pesawat terbang ini mulai menunjukkan perbaikan.

Sayangnya ketika BUMN dipimpin Laksama Sukardi di saat Presiden Megawati berkuasa pada 2001, PTDI kembali diterpa kerugian karena sepinya permintaan pembuatan pesawat terbang. Akibatnya, terjadi perampingan karyawan besar-besar saat itu yaitu dari sekitar 16 ribu menjadi hanya sekitar empat ribuan.

Sejak saat itu, pamor PTDI anjlok karena lenyapnya pesanan pembuatan pesawat terbang. Banyak putra terbaik negeri di bidang teknologi pesawat memilih pindah ke luar negeri. Puncaknya ketika tahun 2007, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan PTDI pailit akibat belum mampu membayar utang berupa kompensasi dan manfaat pensiun dan jaminan hari tua kepada mantan karyawannya. Walhasil, PTDI makin terbebani dengan utang yang akhirnya membuat perusahaan yang pernah dipimpin oleh BJ Habibie ini mati suri.

Pemerintah pun bergerak. Pada tahun yang sama, pemerintah merombak manajemen dan menunjuk Budi Santoso yang sebelumnya sebagai Direktur Utama PT Pindad, menjadi orang nomor satu di sana. Perlahan namun pasti kinerja PTDI mulai menunjukkan perkembangan positif. Hal Itu terlihat dari catatan keuntungan yang mulai muncul sejak 2009 mencapai Rp117,08 miliar, padahal setahun sebelumnya PTDI masih merugi sekitar Rp84,34 miliar.

Manajemen tentu tak mau kehilangan momentum perbaikan ini. Tak heran jika pada 2010 diputuskan untuk mengalokasikan belanja modal (capital expenditure) sebesar Rp225,11 miliar, melonjak tajam dari Rp7,3 miliar pada 2009. Sedangkan belanja operasional ditargetkan mencapai Rp 1,63 triliun, dari sebelumnya Rp 889,7 miliar.

Total nilai penjualan pada 2010 mencapai Rp1,29 triliun yang terdiri atas penjualan dalam negeri Rp538,53 miliar dan penjualan dalam negeri Rp755,25 miliar, dari sebelumnya diperkirakan Rp771 miliar.

Meski begitu neraca keuangan perseroan pada 2010 masih mencatat utang jangka panjang sebesar Rp2,5 triliun, naik dari perkiraan sebelumnya Rp1,79 triliun. Kondisi itu membuat PTDI bisa dikatakan masih sakit.

Untuk menyembuhkannya, maka Budi dan kawan-kawan mengajukan tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) nontunai kepada pemerintah yang dibagi atas dua bagian. Pertama, konversi utang baik luar negeri (SLA) dan pinjaman dari rekening dana investasi (RDI) menjadi PMN senilai Rp1,41 triliun. Kedua, pengesahan penyertaan modal sementara senilai Rp2,38 triliun. Langkah kedua ini diharapkan akan memperbaiki kondisi ekuitas perusahaan yang memang tengah tertekan senilai Rp436 miliar dari revaluasi aset tanah dan selisih nilai PMN dana talangan tahap II senilai Rp18 miliar.

Pengajuan PMN nontunai ini dilakukan sebagai bagian dari upaya PTDI menyehatkan kembali neracanya yang diwarnai ekuitas negatif hingga Rp707 miliar tahun 2010. Dengan adanya PMN nontunai ini, diharapkan akan mendongkrak nilai ekuitasnya menjadi positif Rp1,191 triliun tahun 2011.

Tidak hanya meminta bantuan nontunai, PTDI juga mengajukan PMN dalam bentuk tunai senilai Rp675 miliar kepada DPR. Namun, langkah ini dimintakan untuk menyehatkan posisi kas yang defisit.

Selain itu, PTDI juga meminta tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp2,055 triliun pada 2012. Dana PMN 2012 itu antara lain dibutuhkan untuk investasi senilai Rp 707miliar.

Pesawat-pesawat Ini Telah Diproduksi PT DI, Apa Saja..?


PT Dirgantara Indonesia (Persero) hingga 2012 telah memproduksi tak kurang dari 309 unit pesawat terbang.

Direktur Komersial dan Restrukturisasi PT DI Budiman Saleh, Jumat (14/2/2014) mengatakan pesawat yang paling banyak diproduksi adalah jenis CN235, dengan kontrak hingga 262 unit. Selain itu, apalagi jenis pesawat yang diproduksi perusahaan pelat merah di bidang kedirgantaraan itu?

1. NBO105NBO105 adalah helikopter yang diproduksi sejak tahun 1976, kala itu PT DI masih bernama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio. Helikopter ini berlisensi MBB Jerman. Hingga 2012, PT DI telah membuat 122 unit NBO105. Namun, saat ini PT DI tidak memproduksi lagi helikopter tersebut. 2.

2. NBELL412NBELL412 adalah helikopter yang diproduksi sejak 1984, ketika PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio berubah nama menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (PT IPTN). Helikopter jenis ini diproduksi dengan menggunakan lisensi dari Bell Textron USA. Hingga 2012 PT DI telah merampungkan 45 unit NBELL412. Namun, kini PT DI tak lagi memproduksi helikopter tersebut. Kendati demikian, PT DI kembali bekerjasama dengan Bell Textron USA untuk memodifikasi, dan sebagai global supplier BELL412 EP. 3.

3. NSA330Hingga 2012, PT DI memproduksi sekitar 11 unit NSA330, yang digunakan oleh TNI AU Republik Indonesia. Helikopter puma ini diproduksi sejak 1982, zaman PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio, dengan lisensi dari Aerospatiale Perancis (sekarang Eurocopter). Kini, PT DI tak lagi memproduksi NSA330, diganti menjadi NAS332. 4.

4. NAS332NAS332 juga diproduksi sejak 1982. Hingga 2012, helikopter super puma ini telah diproduksi sebanyak 20 unit, dengan lisensi Eurocopter. 5.

5. NC212Hingga 2012 tercatat sebanyak 104 unit NC212 yang telah diproduksi PT DI. NC212 merupakan pesawat multiguna yang mampu membawa 20 penumpang atau muatan 2.000 kg. NC212 seri 200 dan 400 dapat digunakan sebagai pembuat hujan, patroli maritim dan penjaga pantai. Kementerian Pertanian Thailand menggunakan NC212 sebagai pembuat hujan. Sementara TNI AL Republik Indonesia menggunakan seri 200 sebagai patroli maritim selain CN235. 6.

6. CN235CN235 menjadi salah satu produk unggulan PT DI. Hingga 2012 tercatat sebanyak 62 unit pesawat jenis ini yang telah diproduksi, dari kontrak sebanyak 262 unit. CN235 mulai dirancang bangun sejak 1979 bersama CASA. Pesawat ini dirancang untuk multiguna, mampu melakukan short take off and landing, dan dioperasikan di landasan perintis yang pendek (800 meter). Pesawat ini telah diproduksi dengan berbagai varian, dengan varian pertama seri 10 dan 100. Sementara itu, varian terakhir menggunakan 2 mesin buatan GE tipe CT7-9C yang masing-masing berdaya 1750 SHP. 7.

7. CN295CN295 merupakan pesawat hasil pengembangan CN235 oleh Airbus Military (atau CASA). Badan pesawat lebih panjang 3 meter dibanding CN235, sehingga dapat membawa 40 sampai 50 penumpang.

CN295 digerakkan oleh 2 mesin turboprop Pratt & Whitney. Hingga 2012 PT DI telah mendeliver 2 dari 9 unit kontrak CN295 untuk TNI AU.

PTDI, yang Dulu Buntung Sekarang Untung


BUMN produsen pesawat dan helikopter yaitu PT Dirgantara Indonesia (PTDI) telah memasuki masa kebangkitan. Setelah mengalami masa sulit pasca badai krisis ekonomi tahun 1998. Angin segar pun datang pada BUMN yang bermarkas di Bandung Jawa Barat ini.

Kebangkitan PTDI bermula saat perseroan memperoleh suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 2,075 triliun, serta pasca menjalani program restrukturisasi dan revitalisasi pada tahun 2011. Apalagi PTDI didukung oleh kebijakan pemerintah melalui Perpres 42/2010 tentang Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), sehingga praktis PTDI menjadi prioritas dalam memasok pesawat dan helikopter untuk TNI.

"Dari 2012, pasca restrukturisasi itu pejualan, aset dan ekuitas di PTDI naik," kata Direktur Niaga dan Restrukturisasi PTDI Budiman Saleh di Kantor Pusat PTDI di Bandung saat ditemui akhir pekan lalu (14/2/2014).

Padahal di 2007, PTDI pernah dinyatakan pailit, namun kemudian putusan pailit dibatalkan di 2008. Selain itu, di 2010, modal (ekuitas) PTDI masih negatif senilai Rp 442 miliar. Namun semenjak menjalani program restrukturisasi dan revitalisasi, keuangan PTDI dari yang dulunya berdarah-darah menjadi positif.

Lalu di 2013, perseroan tercatat memperoleh laba bersih senilai Rp 10,27 miliar dan pejualan Rp 3,51 triliun. Sedangkan total kontrak baru dan lama yang diperoleh hingga akhir 2013 senilai Rp 10,83 triliun.

Sedangkan di 2014, dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), PTDI menargetkan memperoleh laba bersih senilai Rp 66,54 miliar atau naik 548% dari pencapaian 2013. Sementara, perseroan menargetkan penjualan Rp 4,85 triliun dan kontrak sebesar Rp 12,65 triliun.

Kontrak dan penjualan tersebut datang dari lini bisnis penjualan helikopter dan pesawat, jasa pembuatan komponen pesawat dan helikopter (aerostructure), jasa perawatan pesawat (aircraft services), serta teknologi dan pengembangan.

Ke depan, PTDI fokus melakukan jasa engineering dan pengembangan program pesawat jet tempur KFX/IFX dan pesawat N219. Serta melakukan pengembangan pesawat lama yakni CN235 Next Generation (N245) dan pesawat NC212i.

PT DI Akan Membuat 50 Pesawat Tempur untuk TNI-AU

F/A-50-pesawat tempur rancangan Korsel (hasil pengembangan dari T-50 Golden Eagle bersama Lockheed Martin) yang membutuhkan mitra pengembangan dari negara lain

Upaya PT Dirgantara Indonesia Bertahan di Industri Pesawat Terbang Bangkit Lewat Ketiak Sayap Airbus

Dalam beberapa kesempatan, Prof Dr Ing Bacharuddin Jusuf Habibie mengaku sangat kecewa melihat nasib PT Dirgantara Indonesia. Sebab, industri pesawat terbang yang dirintisnya itu kini jalan di tempat. Bagaimana kondisinya sekarang? --- " KITA pernah mengembangkan sendiri pesawat terbang CN-235 dan N-250 untuk membuktikan bahwa SDM Indonesia mampu menguasai dan mengembangkan teknologi secanggih apa pun. Di mana itu semua sekarang?" tegas B.J. Habibie, mantan presiden RI, di depan peserta kuliah umum bertema Filsafat dan Teknologi untuk Pembangunan di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI), Depok, Jumat lalu (12/3).

Ya, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) memang tidak bisa dibandingkan dengan ketika perusahaan itu masih bernama Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) dan Habibie masih menjabat presiden direktur. Saat itu IPTN memiliki 16 ribu karyawan. Kompleks gedung IPTN di kawasan Jalan Pajajaran, Bandung, berdiri megah, menempati lahan seluas 83 hektare.

Yang paling laris adalah pesawat CN-235. Pesawat berkapasitas 35 sampai 40 orang itu paling banyak diorder dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, ada pesawat C-212 (kapasitas 19-24 orang). Produk chopper alias helikopter juga tak mau kalah. Ada NBO-105, NAS-332 Super Puma, NBell-412, dan sebagainya. Semua produk burung besi tersebut begitu membanggakan bangsa saat itu.

Namun, persoalan muncul saat krisis ekonomi menggebuk Indonesia pada 1998. Ketika itu, PT DI yang bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) mendapat order membuat pesawat N-250 dari luar negeri. Pesawat terbang ini berkapasitas 50 hingga 64 orang. Sebuah kapasitas ideal untuk penerbangan komersial domestik. Umumnya pesawat domestik di tanah air saat ini menggunakan pesawat dari kelas yang tak jauh berbeda dari N-250.

PT DI menerima pesanan 120 pesawat. Ongkos proyek yang disepakati USD 1,2 milliar. PT DI langsung tancap gas. Ribuan karyawan direkrut. Mesin-mesin pembuat komponen didatangkan. ''Kami berupaya keras menyelesaikan proyek itu sesuai target,'' tutur Direktur Integrasi Pesawat PT DI Budiwuraskito saat ditemui Jawa Pos di Bandung pekan lalu.

Namun, PT DI harus menelan pil pahit. Pemulihan krisis ekonomi bersama International Monetary Fund alias IMF mengharuskan Indonesia menerima sejumlah kesepakatan. Salah satunya, Indonesia tak boleh lagi berdagang pesawat. ''Itu benar-benar memukul kami,'' kata Budiwuraskito, pria Semarang ini.

Padahal, kata Budi, PT DI telanjur merekrut banyak karyawan. Sejumlah teknologi dan peralatan sudah didatangkan. Semua siap produksi. Pesawat contoh bahkan sudah jadi, sudah bisa terbang, dan siap dijual. Tinggal menunggu proses sertifikasi penerbangan. ''Nggak tahu, mungkin ada negara yang takut tersaingi kalau Indonesia bikin pesawat,'' ujarnya mengingat sejarah kelam PT DI itu.

Bayangan menerima duit gede USD 1,2 milliar menguap. Malah, PT DI harus memikirkan cara menghidupi karyawan yang telanjur direkrut. Proyek memang batal, tapi orang-orang yang hidup dari PT DI juga tetap harus dikasih makan. ''Akhirnya, mau tidak mau, kami mem-PHK karyawan secara baik-baik,'' katanya.

Pada 2003, PT DI memutus kerja sembilan ribu lebih karyawan. Jumlah itu terus bertambah. Dari 16 ribu pekerja, PT DI hanya menyisakan tiga ribu pekerja. Baik di bagian produksi maupun manajemen. Kondisi itu semakin membuat PT DI terpuruk. Apalagi, tak ada lagi order pesawat yang datang. Roda perusahaan pun tak berjalan.

Namun, PT DI berupaya mempertahankan diri. Semua pasar yang bisa menghasilkan duit disasar. Mulai pembuatan komponen pesawat hingga industri rumah tangga seperti pembuatan sendok, garpu, dan sejenisnya. Salah satunya membuat alat pencetak panci.

''Pabrik-pabrik pembuat panci itu kan perlu alat pencetak. Biasanya mereka impor dari luar negeri. Mengapa harus impor kalau bisa kita bikinin. Dan, itu lumayan untuk membuat roda perusahaan berjalan,'' kata Budi. Tapi, urusan panci itu tak banyak membantu. Pada 2007, BUMN yang didirikan pada 26 April 1976 itu dinyatakan pailit alias bangkrut. *** PT DI tak lantas almarhum. Pemerintah masih punya keinginan mengembangkannya meski modal yang diberikan tak terlalu deras. Dan, kendati sudah dinyatakan pailit, masih ada rekanan dari mancanegara yang percaya akan kualitas produk PT DI.

Salah satunya British Aerospace (BAE). PT DI mendapat order sebagai subkontrak sayap pesawat Airbus A380 dari pabrik burung besi asal Inggris itu. Juga ada order dari dua negara Timur Tengah enam pesawat jenis N-2130. Apalagi, Indonesia sudah menceraikan IMF. Artinya, PT DI sudah leluasa berdagang pesawat.

Budi menuturkan, order enam pesawat itulah yang bisa dibilang ''menyelamatkan'' PT DI saat itu. Laba dari pesanan itu digunakan sebagai modal pengembangan. Selain itu, PT DI semakin fokus menggarap pasar komponen dan bagian-bagian pesawat dengan menjadi subkontrak atau offset program. Antara lain bagian inboard outer fixed leading edge (IOFLE) dan drive rib alias ''ketiak'' sayap milik Airbus A380.

Airbus A380 adalah pesawat bikinan Airbus SAS (Prancis) yang sudah kondang di jagat dirgantara. Pesawat ini biasanya digunakan untuk penerbangan internasional lintas benua dengan muatan 500 hingga 800 penumpang. ''Kita mencoba meraih untung dengan menjadi subkontrak dari pemain besar,'' kata Budi.

Kondisi PT DI terus membaik. Dalam waktu dekat mereka akan memproduksi pesawat tempur dengan dana urunan bersama pemerintah Korea Selatan (Korsel) sebesar USD 8 milliar. Indonesia menyumbang USD 2 milliar, sedangkan pemerintah Korsel USD 6 milliar. ''Tapi, untuk Indonesia itu akan kita konversikan dalam bentuk tenaga, teknologi, dan pengembangan pesawat tersebut,'' katanya.

Kemampuannya tak jauh berbeda dengan F-16 Fightning Falcon, pesawat tempur kondang buatan Amerika Serikat yang digunakan 24 negara di dunia. Rinciannya, 200 unit untuk Korsel dan 50 untuk Indonesia. ''Proyek ini memakan waktu sampai tujuh tahun,'' kata Budi.

Selain itu, order dari Timur Tengah terus berdatangan. Sejumlah negara memesan CN-235 untuk pesawat pengawas pantai, pengangkut personel militer, dan pemantau perbatasan. Dari dalam negeri, Kementerian Pertahanan (Kemhan) juga memesan enam unit helikopter dan Badan SAR Nasional (Basarnas) empat unit.

Budi mengakui, tren industri dirgantara di Indonesia terus naik kendati perlahan. Paling tidak, tujuh tahun ke depan, PT DI bisa meraup laba yang lumayan dari membuat pesawat. Sebenarnya, kata Budi, keuntungan itu bisa didongkrak bila ada keberanian mencari pinjaman. Tapi, itu bakal sulit. ''Tidak banyak bank yang mau. Sebab, risikonya terlalu tinggi. Padahal, semakin tinggi risiko, janji revenue juga besar,'' kata Budi yang lulusan Teknik Penerbangan, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan menyelesaikan gelar MBA di Belanda itu.

Strategi pengembangan PT DI saat ini, kata Budi, tak bisa terlalu ekspansif. PT DI memilih berjalan perlahan dengan memanfaatkan margin keuntungan sebagai modal pengembangan. ''Begini saja, lebih aman,'' kata Budi lantas tersenyum.

PT. DI Bukukan Penjualan Pesawat Rp. 3.3 T Di 2013

Pabrikan pesawat dunia seperti Boeing dan Airbus pada 2013 mampu memproduksi dan mengirimkan ratusan pesawat ke berbagai penjuru dunia. Bagaimana dengan pabrik pesawat dan helikopter asal Indonesia, yaitu PT Dirgantara Indonesia (PTDI)?

PTDI merupakan BUMN yang bermarkas di Bandung Jawa Barat, mampu menyelesaikan perakitan dan pengiriman hingga 5 unit pesawat terbang dan 19 helikopter pesanan Kementerian Pertahanan (TNI AD, TNI AL, TNI AU), Kepolisian hingga Basarnas.

"Pesawat CN 295 sebanyak 3 unit, CN 235 sebanyak 2 unit, helikopter SAR AS365 N3+ Dauphin sebanyak 2 unit, helikopter Bell 412 EP sebanyak 17 unit," kata Manajer Komunikasi PTDI Sonny Saleh Ibrahim, Selasa (14/1/2014).

PTDI juga meraih kontrak baru pada 2013 sebesar Rp 4,4 triliun dan penjualan sebesar Rp 3,3 triliun. Untuk tahun 2014 hingga 2015, PTDI menargetkan bisa menyelesaikan dan mengirimkan berbagai pesanan pesawat dan helikopter ke dalam dan luar negeri.

Pesanan pesawat dan helikopter yang harus diselesaikan antara lain: CN 235 Patroli Maritim sebanyak 2 unit ke TNI AL, CN 235 MPA sebanyak 1 unit ke TNI AU, NC 212-200 sebanyak 1 unit ke TNI AU, CN 295 sebanyak 6 unit ke TNI AU, NC 212-400 sebanyak 2 unit ke Militer Filipina, NC 212-400 sebanyak 1 unit ke Thailand, helikopter NAS Super Puma sebanyak 2 unit ke TNI AU, helikopter EC725 Super Cougar sebanyak 6 unit ke TNI AU, helikopter Bell 412 EP sebanyak 16 unit ke TNI AD, helikopter SAR AS365 N3+ Dauphin sebanyak 2 unit ke Basarnas, helikopter AS 550 Fennec sebanyak 12 unit ke TNI AD, helikopter AS-565 Panther sebanyak 11 unit ke TNI AL.

Kolaborasi PT. DI Dan Lapan

Lapan dan PT Dirgantara Indonesia (DI) menandatangani kontrak pengembangan pesawat N219. Penandatanganan berlangsung di kantor pusat Lapan, Rawamangun Jakarta Timur, Selasa (25/2). Pengembangan pesawat ini akan menjadi titik kebangkitan industri pesawat berpenumpang Indonesia.

Direktur Utama PT DI mengatakan bahwa, kerja sama dalam pembangunan pesawat ini merupakan tonggak sejarah bangsa dan instansi pemerintah. “Kerja sama ini juga menjadi pintu pembuka bagi bangsa ini sehingga negara Indonesia dapat menghasilkan model pesawat terbang yang bisa bersaing di dunia. Selain itu, pembuatan N219 juga menjadi wadah untuk mewariskan kemampuan pembangunan pesawat terbang kepada generasi muda.” ujarnya.

Sementara itu, dalam sambutannya, Deputi Bidang Teknologi Dirgantara Lapan, Prof. Dr. Soewarto Hardhienata, mengatakan bahwa program pengembangan N219 merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia baik di Lapan dan PT DI di bidang pengelolaan pesawat terbang.

N219 merupakan pesawat yang sepenuhnya dirancang oleh putera-puteri Indonesia. Pesawat ini merupakan pesawat regional komuter yang dirancang bersama Lapan dan PT DI dan akan diproduksi PTDI. Saat ini, pengembangan N219 telah mencapai tahap preliminary design dan siap memasuki detail design dan pembuatan komponen. Integrasi akan dilaksanakan pada 2015 dan direncanakan terbang pada 2016.

Pesawat berpenumpang 19 orang ini akan memenuhi kebutuhan transportasi di Indonesia. Wilayah Indonesia memerlukan alat transportasi udara untuk konektivitas antar pulau agar lebih efisien. Pesawat-pesawat kecil yang hanya membutuhkan landasan kecil dianggap paling cocok untuk dapat menjadi penghubung bagi daerah terpencil di nusantara.

N219 diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah terpencil dan perbatasan melalui ketersediaan sarana transportasi udara perintis. Pengembangan pesawat ini juga akan menumbuhkan industri penerbangan nasional, industri pendukung, dan operator pesawat terbang. Pada akhirnya, pengembangan pesawat ini juga akan meningkatkan kemandirian nasional dalam produksi sarana transportasi udara.


PT Dirgantara Kucurkan Rp100 M Kembangkan N219



Direktur Utama (Dirut) PT Dirgantara Indonesia (DI) Budi Santoso menyebutkan bahwa pihaknya mengucurkan modal sebesar Rp100 miliar untuk pengembangan Pesawat N219.

"Biaya pengembangan ini sebagian besar ditanggung pemerintah. Melalui anggaran yang kita kucurkan ke LAPAN yaitu Rp400 Miliar,kalau dari PT DI Rp100 miliar lebih, sampai 2015," ujar Dirut PTDI Budi Santoso di Lantai 3 Kantor Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Selasa (25/2/2014).

Ia juga menjelaskan skema Pesawat N219 untuk terbang udara harus mendapat sertifikasi dari Kementerian Perhubungan yang rencananya akan keluar di 2016 dan siap mengudara pada 2017.

"Kita arahkan 2016 sertifikasi, setelah dapat sertifikasinya kelaikan dari perhubungan, mudah-mudahan 2017 baru kita operasikan, kita jual operator," jelasnya.

Selain itu, Kepala Program N-219 dari LAPAN Agus Aribowo mengatakan pesawat asli rancangan dari perusahaan plat merah ini dijual dengan harga antara US$3,8 juta hingga US$4,5 juta atau sekitar Rp38 miliar hingga Rp45 miliar.

Sebagai infomasi, PTDI juga mendapatkan pesanan pesawat dari Lion Air yang memesan paling banyak yaitu 50 pesawat N219, lalu ada Nuansa Buana Air (NBA) 30 dan PT Merpati Nusantara Airlines 20 unit.

Juga Pemerintah Daerah (Pemda) Papua dan Papua Barat memesan 15 pesawat N219. Selain itu, Pemda Aceh masih dalam negosiasi 6 pesawat, sedangkan Pemda di Sulawesi 6 pesawat dan Riau 4 pesawat.

Setelah N219, PT DI Dan Lapan Bakal Buat N245 Dan N270


PT Dirgantara Indonesia (PT DI) makin berambisi mengembangkan dan membuat pesawat produksi dalam negeri. Walau sertifikasi untuk pesawat N219 belum tuntas, PT DI sudah menyampaikan ambisinya mengembangkan pesawat N245 dan N270.

Deputi Bidang Teknologi Lapan, Soewarto Hardhienata mengatakan, dalam pengembangan pesawat ini, Lapan akan membantu pembiayaan dengan timbal balik SDM bidang mesin yang dimiliki Lapan akan bekerja di PT DI.

"Program ini anugerah besar sekaligus merupakan tantangan, taruhan. Kalau ini jalan mulus maka pemerintah dan masyarakat akan percaya kepada kita, menjalani penerbangan selanjutnya," ucap Soewarto di kantor pusat Lapan, Jakarta, Selasa (25/2).

Pesawat N245 merupakan pesawat dengan dua engine (mesin) dengan kapasitas angkut 45 penumpang. Sedangkan N270 merupakan pesawat dua mesin dan punya daya angkut lebih besar yakni 70 penumpang. Pengembangan dua pesawat ini rencananya dilakukan pada 2017.

"Sekarang belum ada anggaran, mungkin pertengahan 2016 kita ajukan. Pengembangan setelah selesai sertifikasi N219 (2016)," tegasnya.

Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan Gunawam Setyo Prabowo menambahkan, kerja sama pengembangan pesawat N245 dan N270 dengan PT DI akan sama dengan pengembangan N219.

"Mirip seperti ini dan setelah N 219 selesai. Kita ikut pengembangan sampai sertfikasi dengan memasukkan enginer kita. Kita ikut dalam model perencanaan," tutupnya.

PT DI Raup Untung dari Pesawat dan Helikopter Tahun 2013


Pabrikan pesawat dunia seperti Boeing dan Airbus pada 2013 mampu memproduksi dan mengirimkan ratusan pesawat ke berbagai penjuru dunia. Bagaimana dengan pabrik pesawat dan helikopter asal Indonesia, yaitu PT Dirgantara Indonesia (PTDI)?

PTDI merupakan BUMN yang bermarkas di Bandung Jawa Barat, mampu menyelesaikan perakitan dan pengiriman hingga 5 unit pesawat terbang dan 19 helikopter pesanan Kementerian Pertahanan (TNI AD, TNI AL, TNI AU), Kepolisian hingga Basarnas.

"Pesawat CN 295 sebanyak 3 unit, CN 235 sebanyak 2 unit, helikopter SAR AS365 N3+ Dauphin sebanyak 2 unit, helikopter Bell 412 EP sebanyak 17 unit," kata Manajer Komunikasi PTDI Sonny Saleh Ibrahim kepada detikFinance, Selasa (14/1/2014).

PTDI juga meraih kontrak baru pada 2013 sebesar Rp 4,4 triliun dan penjualan sebesar Rp 3,3 triliun. Untuk tahun 2014 hingga 2015, PTDI menargetkan bisa menyelesaikan dan mengirimkan berbagai pesanan pesawat dan helikopter ke dalam dan luar negeri.

Pesanan pesawat dan helikopter yang harus diselesaikan antara lain: CN 235 Patroli Maritim sebanyak 2 unit ke TNI AL, CN 235 MPA sebanyak 1 unit ke TNI AU, NC 212-200 sebanyak 1 unit ke TNI AU, CN 295 sebanyak 6 unit ke TNI AU, NC 212-400 sebanyak 2 unit ke Militer Filipina, NC 212-400 sebanyak 1 unit ke Thailand, helikopter NAS Super Puma sebanyak 2 unit ke TNI AU, helikopter EC725 Super Cougar sebanyak 6 unit ke TNI AU, helikopter Bell 412 EP sebanyak 16 unit ke TNI AD, helikopter SAR AS365 N3+ Dauphin sebanyak 2 unit ke Basarnas, helikopter AS 550 Fennec sebanyak 12 unit ke TNI AD, helikopter AS-565 Panther sebanyak 11 unit ke TNI AL.

Senin, 10 Maret 2014

UNDANGAN RAPAT PERSIAPAN KONGRES II ALUMNI UPNVJ

Jakarta, 10 Maret 2014

Nomor : A2-001 / U-IKA / III / 2014
Hal :  UNDANGAN RAPAT PERSIAPAN KONGRES II IKA UPNVJ
  
Kepada Yth.
ANGGOTA PENGURUS DAN MAJELIS ALUMNI
IKATAN ALUMNI UPN “VETERAN” JAKARTA
di Tempat

Assalamualaikum wr. wb.
Menindaklanjuti rencana rapat yang tertunda akibat hujan lebat seharian pada 22 Februari 2014, maka berikut ini kami sampaikan undangan lanutan Rapat persiapan Kongres II Ikatan Alumni UPNVJ.

Bahwa pada tanggal 14 Mei 2014 kepengurusan Ikatan Alumni UPN “Veteran” Jakarta berjalan tepat 3 tahun masa kepengurusan yang bermakna juga sebagai berakhirnya masa kepengurusan sesuai dengan Amanah Kongres Pertama Alumni UPN “Veteran” Jakarta yang dilaksanakan pada tanggal 14-15 Mei 2011. Dalam hal ini maka Ikatan Alumni UPNVJ akan SEGERA melaksanakan Kongres IKA UPNVJ yang Kedua dengan berbagai kesiapan seperti yang seyogyanya..

Untuk itulah kami mengundang kepada Anggota Pengurus IKA UPNVJ dan Anggota Majelis Ikatan Alumni UPNVJ untuk RAPAT BERSAMA dalam rangka PEMANTAPAN KOMPOSISI KEPANITIAAN KONGRES IKA UPNVJ baik di Steering Comittee (SC) maupun Organizing Committee (OC).
Rapat yang dimaksud akan diselenggarakan pada :

Hari/Tanggal : SELASA, 18 MARET 2014
Pukul : 18:30 WIB s/d 21:00 WIB
Tempat : RUANG SEKRETARIAT ALUMNI - KAMPUS PONDOK LABU JAKARTA SELATAN

Bahwa bentuk kepedulian setidaknya dimulai dari KEHADIRAN PARA UNDANGAN pada Rapat Persiapan Kongres Kedua IKA UPNVJ ini, demikian terima kasih. 

Hormat Kami, 

SETIA GUNAWAN, SE, MM 
Sekjen IKA UPNVJ







Minggu, 09 Maret 2014

Silaturahmi Alumni UPNVJ Lintas Jurusan - Salam Lisan ke-2 yang menghasilkan DEKLARASI PRA KONGRES

http://ikaupnvj.blogspot.com/p/gallery.html

Pra Kongres Alumni UPNVJ adalah keputusan yang diambil oleh perwakilan dari Alumni Jurusan dalam Silaturahmi ALumni UPNVJ Lintas Jurusan (Salam Lisan) yang ke-2, dimna pada forum perwakilan simpul alumni menghasilkan DEKLARASI PRA KONGRES ALUMNI UPNVJ.

Deklarasi Pra Kongres ALumni UPNVJ memiliki peran yang strategis karena di dalamnya tercantum ikrar semangat untuk membangun wadah ikatan alumni yang solid dengan program-program yang berkrlanjutan, serta referensi tekhnis dan struktur yang akan menghantarkan Kongres Alumni UPNVJ.

Rumitnya dalam menciptakan moment untuk menyemangati alumni, diharpkan sebanding dengan upaya memelihara terjaganya mata rantai silaturahmi dalam program-program kebersamaan ke depanya, ketika tercipta lembaga kepengurusan ikatan alumni UPNVJ, dimana kan menjadi pembelajaran yang baik untuk mengelola ikatan alumni dengan sustainable.


Klick GAMBAR untuk masuk ke GALLERY PRA KONGRES

NASKAH DEKLARASI PRA KONGRES




Sabtu, 08 Maret 2014

Kenali sedikit dari wajah-wajah Alumni UPNVJ


Sedikit dari wajah para Alumni UPNVJ belum menggambarkan betapa alumni yang tersebar dari tahun 70-an hingga kini masih belum dapat terpetakan dengan lengkap keberadaan aktivitasnya. Di wajah-wajah tersebut terlihat masih sangat muda, dalam usia produktif yang masih terbebani dengan kesibukan yang sangat tinggi untuk keluarga mudanya, namun pun demikian sudah mencoba untuk mengkonfigurasikan perhimpunan Alumni UPNVJ dengan apa saja yang dapat mereka berdayakan.

Ke depanya barang kali dapat diharapkan keterlibatan para alumni yang lebih senior untuk turun menggarap peta alumni UPNVJ menjadi lebih banyak lagi dapat dikenali oleh para alumni lainya, untuk banyak hal yang dapat menjadi manfaat positif sebagai bagian dari jaringan alumni. Senang rasanya jika lahir banyak bentuk kepedulian untuk berkumpul dan bernaung dalam wadah ikatan alumni, yang pada bulan Mei 2014 nanti akan menggelar Kongres ALumni yang ke-2 untuk merumuskan apa saja yang dapat dilakukan alumni di 3 tahun mendatang sampai dengan tahun 2017.

Jadi, ditunggu respon untuk bersama-sama menghidupkan ikatan alumni lebih erat lagi semata-mata untuk hal-hal yang berkemanfaatan positif untuk alumni dan almamater tercinta. (.bhd)

Senin, 03 Maret 2014

Rencana Launching Buku : Mengelola Keuangan Untuk Meraih Kursi - Panduan Perencanaan Keuangan Untuk Politisi, Oleh Alumni 1993 UPNVJ.

PROFILE PENULIS

Pria kelahiran 13 Januari 1974 ini, sejak 2006 telah berkecimpung di dunia konsultan politik dan kini menjadi Direktur PT. Jarinusa dan CEO PT. Konsep Berdikari Indonesia, lembaga konsultan politik. Karir awalnya di Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dalam kurun waktu 2006-2008, sebagai spesialis monitoring dan evaluasi (Monev) di beberapa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia.

Selepasnya, Deni berlabuh di PT. Indobarometer selama lima tahun (2008-2013) sebagai Manager Campaign. Posisinya ini, yang membuat dirinya dekat dengan para politisi.   Kemampuan mantan aktivis ‘98 dan Mantan Ketua Senat Atevet, UPN Veteran Jakarta ini dalam merancang strategi pemenangan kampanye, mengantarkan dirinya lebih memahami kehidupan dan strategi politisi di kompetisi politik. Karenanya, Deni memutuskan pada 2013 mendirikan lembaga konsultan politik dan keuangan bernama Jarinusa.

Selain dunia politik, Deni juga berkecimpung dalam dunia perencana keuangan. Belajar bersama pakar ekonomi mikro dan keluarga Aidil Akbar Madjid. Dunia itu membuat Deni memahami bagaimana melakukan perencanaan dan pengelolaan keuangan dengan tepat dan strategis. Tentunya, bagi pada politisi.

Deni dapat dihubungi melalui :
e-Mail : denilesmana74@yahoo.com , denilesmana@jarinusatraining.com.
Website : www.jarinusatraining.com

SEKAPUR SIRIH
Syukur Alhamdulillah, saya haturkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya buku pertama ini bisa diterbitkan. Kehadiran buku ini, merupakan bagian dari kegelisahan saya melihat fenomena para politisi, yang sedang berjuang keras untuk meraih kursi di tahun politik 2014 ini.

Sebagai seorang yang bergelut dalam bidang konsultan politik juga perencana keuangan. Saya menyadari ada fenomena menarik dan menggelisahkan hati dan pikiran saya. Yaitu fenomena banyaknya para politisi yang ingin meraih kursi kekuasaan , demi mewujudkan cita-cita politiknya, hanya bermodal nekat.

Nekat, memang menjadi modal dasar seseorang untuk meraih cita-cita atau keinginannnya. Tapi nekat juga yang bisa menjerumuskan seseorang, pada keterpurukan berbahaya dalam hidupnya. Saya teringat pada kisah Pemilu 2009 yang diberitakan di media massa, ada 23 kasus calon anggota legislatif (Caleg) tingkat DPRD Kabupaten/Kota yang mengalami gangguan jiwa. Bahkan beberapa melakukan tindakan bunuh diri.

Pada Pemilu 2014, sebelum pesta politik digelar pada 9 April 2014. Beberapa media massa, sudah memberitakan beberapa rumah sakit di Kota Banjar Jawa Barat, Bogor, Yogyakarta, Malang, Bandung dan beberapa daerah lainnya sudah mempersiapkan ruangan khusus bagi pada caleg yang mengalami gangguan jiwa setelah 9 April.

Karenanya, bagi saya, kenekatan seseorang untuk mencapai keinginannnya harus diselarakan dengan perencanaan yang tepat. Perencanaan tersebut, tidak hanya pada perencanaan strategi politik saja, tapi juga perencanaan keuangan.

Mengapa? Karena bila keuangan tidak terencanakan dengan baik, maka modal nekat itu yang akan menjerumuskan para politisi dalam jurang keterpurukan. Uang yang habis dan beban hutang yang banyak ketika tidak terpilih, yang menjadi faktor terbesar politisi mengalami gangguan jiwa.

Buku ini hadir, untuk mengungkapkan kegelisahan sekaligus saran saya kepada para politisi, untuk melakukan perencanaan yang tepat sebelum terjun dalam kompetisi.  Beberapa hal yang saya coba kuliti adalah, bagaimana seorang politisi harus dapat membagi pengelolaan keuangan untuk keluarga dan pemenangan. Juga bisa mempersiapkan modal keuangan dengan semaksimal mungkin, untuk bisa menggerakkan mesin pemenangan.

Hal penting lainnya adalah, bagaimana politisi dapat mengelola keuangan dengan baik, mengelola hutang dan memahami profil resiko pada keuangannya. Juga mengetahui, berapa alokasi budget untuk pemenangan. Sehinga para politisi dapat terhindar, dari kesalahan fatal bila menghadapi situasi buruk dalam kompetisi politik yang dijalaninya.

Pada akhirnya, buku ini saya persembahkan untuk orang-orang tercinta di kehidupan saya yaitu, emak (ibu) Rahmawati dan Bapak (Alm) Dadi Kusnadi tercinta. Kekasih hidup yang selalu menjadi pendorong semangat, tak lain adalah istri tercinta Nani Suwarni. Anak-anak yang menjadi pelita hidup, Syifa Aliyya Rahmah Lesmana dan  Syahriel Azwar Rayhan Lesmana.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada  Chairman IARFC Indonesia Aidil Akbar Madjid, MBA,MNLP,CFE,CFP,CH,CHt,RIFA,RFC., yang juga Independent Financial Advisor serta pakar ekonomi Mikro dan  keluarga. Kepada CEO IARFC Indonesia Lisa Soemarto, MA, RIFA, RFC., Giri Sulandar CI,QFP, RPP. Kepada Muhamad Nur Mekah selaku pengarah tulisan, Maimun Rawi (Emon) sebagai desainer buku.

Kepada mereka yang telah memberikan kata pengantar dalam buku ini, yaitu CEO Lingkaran Survey Indonesia (LSI) Denny JA, Direktur Indo Barometer M. Qodary dan masih banyak yang lainya.

Serta kepada teman-teman di Jaringan Nusantara (Jarinusa), dan kawan-kawan lainnya yang telah membantu dalam penerbitan buku ini. saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya.

Deni Lesmana


Jika PTS Jadi PTN

Pemerintah dari tahun 2012 sudah berencana menjadikan beberapa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) menjadi Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Kebijakan ini rencananya akan dilakukan di beberapa wilayah yang tidak atau sedikit memiliki PTN.

PTS yang rencananya akan dinegerikan antara lain Universitas Maritim Raja Ali Haji (Kepulauan Riau), Politeknik Manufaktur Timah (Bangka Belitung), Politeknik Batam, Universitas Borneo (Tarakan), Universitas Musamus (Merauke), dan Universitas Bangka Belitung, dan beberapa PTS lainnya di Indonesia.

Di Jawa Barat ada empat PTS yang akan dinegerikan yaitu Universitas Siliwangi Tasikmalaya, Universitas Sunan Gunung Jati Cirebon, Politeknik Sukabumi, dan Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika). Menurut Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, PTS yang akan menjadi PTN dimaksudkan agar PTN di Jawa Barat tersebar dan tidak hanya terfokus di Bandung.

“Jadi, mereka yang berdomisili di daerah-daerah itu bisa memilih PTN, tidak hanya di Kota Bandung. Kami akan berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Jabar,” paparnya seperti dirilis Kompas.com.

Selain itu, ada beberapa PTS lain yang juga berencana mengajukan untuk  dijadikan PTN dengan alasan-alasan tertentu. Universitas Pancasila (UP) yang kampusnya di Srengseng Sawah tak jauh dari Lenteng Agung, Jakarta Selatan, misalnya, akan mengajukan perubahan status dari PTS ke PTN. Juni lalu, dengan ditemani Taufiq Kiemas (Alm.), ketua MPR RI, Rektor Universitas Pancasila  Dr Edie Toet Hendratno SH MSi menemui Mendikbud  Mohammad Nuh di kantornya.

Rencana ini mendapat dukungan dari beberapa tokoh, antara lain Jimly Asshidiqie. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan pemerintah perlu memiliki kampus yang fokus meneliti ide tentang Pancasila. “Ketika muncul ide mengubah UP menjadi kampus negeri, tanpa pikir panjang saya setuju,” kata Jimly di Universitas Pancasila sebagaimana dikutip Tempo.com.

Ketua DPR,  Marzuki Alie, juga memberikan dukungan yang sama terhadap rencana konversi UP menjadi PTN.

Dalam jumpa pers usai acara “Temu Rembuk dan Sarasehan Nasional Kepemimpinan Nasional Ber­ka­rak­ter Pancasila” di Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Marzuki mengatakan bahwa UP dinilai konsisten mengajarkan Pancasila pada mahasiswanya.

“Terkait dengan studi apapun memang UP ini mempunyai manfaat yang besar dan ada kesediaan dari yayasan untuk menyerahkan UP kepada pemerintah menjadi PTN. Bagi kami sih, itu hal yang positif,” ujar Marzuki seperti diberitakan Detiknews.com.

Selain UP, masih banyak PTS lain yang berencana dan merasa layak menjadi PTN.

Kebijakan pemerintah mengonversi PTS menjadi PTN itu mendapat penolakan dari Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI). Ketua Umum APTISI Prof Dr Edy Suandi Hamid dan Sekretaris Jenderal APTISI Prof Dr Suyatno MPd dalam pernyataan tertulisnya mengatakan, keberadaan PTS justru meringankan pemerintah. “Konversi PTS menjadi PTN akan menyebabkan terjadinya akumulasi pembiayaan yang justru akan memberatkan pemerintah,” kata Edy Suandi Hamid. Saat pernyataan tertulis ini disampaikan, APTISI tengah rapat pleno membahas masa depan PTS di Samarinda.

Dalam kesempatan itu juga, APTISI menyatakan penolakan terhadap RUU PT yang salah satu pasalnya berkaitan dengan konversi PTS ke PTN yang nantinya akan diperankan langsung oleh pemerintah.

Sementara itu Sekjen APTISI Suyatno mengatakan pengambilalihan PTS menjadi PTN akan memancing situasi pendidikan tinggi menjadi tidak kondusif. “Ini merupakan langkah dan kebijakan yang tidak bijak,” katanya.

Menurutnya, pengambilalihan PTS menjadi PTN akan menjadi beban keuangan negara dan mendidik masyarakat menjadi bermental pegawai negeri daripada membangun jiwa entrepreneurship. “Keadaan ini akan semakin menumbuhsuburkan budaya korupsi selain melemahkan jiwa kewirausahaan,” ujar Rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka itu.

Jakarta, Kompas - Pemerintah bakal terus menambah jumlah perguruan tinggi negeri untuk meningkatkan akses masyarakat ke jenjang pendidikan tinggi. Penambahan PTN itu dengan mendirikan PTN baru ataupun mengonversi perguruan tinggi swasta menjadi PTN.

”Kita perlu meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh seusai pertemuan dengan Ketua MPR Taufiq Kiemas dan Rektor Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno, di Jakarta, Rabu (16/5).

Menurut Nuh, APK pendidikan tinggi saat ini masih sekitar 26 persen dan akan terus ditingkatkan menjadi 33 persen. ”Jadi, butuh tambahan kampus, baik dari pemerintah maupun swasta,” kata Nuh.

Saat ini, dari sekitar 130 perguruan tinggi negeri serta sekitar 2.700 perguruan tinggi swasta, hanya bisa ditampung sekitar 1,1 juta mahasiswa baru. Padahal, jumlah lulusan SMA/SMK/MA sederajat sekitar 2,9 juta orang per tahun.

Pertambahan perguruan tinggi swasta sekitar 200 PTS setiap tahun, sedangkan penambahan PTN hanya lima dalam setahun terakhir, termasuk politeknik.

Pemerintah, kata Nuh, akan mendirikan dua institut teknologi baru, yakni Institut Teknologi Sumatera dan Institut Teknologi Kalimantan. Pembukaan PTN baru ini dilakukan untuk menyediakan sumber daya manusia di bidang teknik dan teknologi yang masih kurang.

Nuh mengatakan, pendirian PTN di suatu wilayah didasarkan pada pertimbangan populasi penduduk, posisi geografis, dan kepentingan dari program studi untuk mendukung pembangunan nasional.


Rektor UPNVY: Penegerian UPN Veteran Pilihan Terbaik 

Pengalihan UPN Veteran menjadi perguruan tinggi negeri (PTN) di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjadi pilihan terbaik. Keputusan ini merupakan hasil pengkajian akademik dari tiga opsi.

Demikian dikatakan Rektor UPN Veteran Yogyakarta, Sari Bahagiarti yang didampingi Bambang Wicaksono, Koordinator Tim Penegerian UPN Veteran kepada wartawan di Yogyakarta, Jumat (17/1).
Aksi damai ini dilanjutkan penandatanganan dukungan penegerian di atas kain putih panjang di Rektorat UPN Veteran Yogyakarta.

Dijelaskan Sari, dalam kajian akademik ada tiga opsi yaitu UPN Veteran menjadi PTN di bawah Kementerian Pertahanan (Menhan), PTN di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), atau menjadi perguruan tinggi swasta (PTS).

Berdasarkan kajian akademik, jika menjadi PTN di bawah Kemenhan maka mata kuliah yang diajarkan tentang pertahanan. Sehingga UPN tidak cocok jika berada di bawah Kemenhan. Jika menjadi PTS, kata Sari, banyak aset yang digunakan untuk proses belajar mengajar milik negara.

"Tanah negara jika digunakan untuk swasta, tidak sasuai dengan Tuposi (tujuan pokok dan fungsi)-nya. Kita sudah tiga kali ditegur BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Sedang pegawai kita lebih dari 50 persen adalah PNS (pegawai negeri sipil)," kata Sari.

Karena itu, UPN Veteran bila jadi PTN paling bagus menginduk pada Kemendikbud. Sebab Kemendikbud merupakan kementerian yang paling sesuai dengan program studi yang diselenggarakan UPN Veteran.

Untuk menjadikan UPN Veteran sebagai PTN di bawah Kemendikbud, telah diperjuangkan sejak tahun 2010 lalu. Namun hingga kini masih ada ganjalan sehingga proses penegerian UPN Veteran belum selesai.

Menurut Bambang Wicaksono, kendala yang dihadapi di antaranya masalah status tanah yang dimiliki UPN Veteran. Masih ada 34 dari 72 bidang tanah dalam proses pengalihan ke Yayasan. "Dulu ada tanah dibeli yayasan, tetapi di atas namakan pribadi pengurus yayasan," kata Bambang.

Selain itu, lanjut Bambang, pihak UPN Veteran dan Yayasan belum ada persamaan persepsi sehingga yayasan belum berani melepaskannya. "Sebetulnya tinggal menyamakan persepsi dan dibuatkan berita acara penyerahan sudah selesai," tuturnya.

Menurut Bambang, jika status UPN Veteran tidak segera berubah akan membuat perguruan tinggi ini ketinggalan dengan perguruan tinggi lainnya. Terutama untuk mendapatkan akreditasi sulit dicapai.

Aset UPN Sudah Jadi Milik Kemendikbud

Perubahan statusUniversitasPembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta dari perguruan tinggi swasta (PTS) menjadi perguruan tinggi negeri (PTN) memang belum terjadi. Namun, upaya menuju perubahan sudah tampak dengan dilakukannya pengalihan aset dari Kementerian Pertahanan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Kewenangan untuk memutuskan peralihan status UPN sendiri berada di tangan Menteri Pertahanan langsung. Meski belum ada keputusan, yang saya tahu saat ini semua aset milik Kemenhan di UPN sudah diserahkan pada Kemendikbud, kecuali tanah,” ujar Ketua Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan (YKPP) Kemenhan Laksda TNI Purn Harry Yuwono kemarin.

Ditemui usai Pelantikan dan Serah Terima Jabatan Rektor UPN “Veteran” Yogyakarta di kampus setempat, Harry menuturkanstatusswastayangselama ini disandang UPN memang cukup unik karena semua aset, baik bergerak maupun tidak bergerak hingga SDM merupakan milik dan berada di bawah pengelolaan Kemenhan. Namun, tampaknya aset tanah akan tetap menjadi milik Kemenhan. “Jika pun benar- benar berubah menjadi PTN, tanah nantinya akan tetap menjadi milik Kemenhan.

Status tanahnya nanti menjadi dipinjamkan pada Kemendikbud yang kemudian ditempati oleh UPN,” ucapnya. Menurut Harry, proses peralihan status dari PTS ke PTN tersebut juga berlaku bagi UPN Veteran yang berlokasi di Jakarta dan Surabaya. Pengurusan dilakukan bersamaan karena ketiga kampus tersebut berada dalam pengelolaan yayasan yang sama yakni YKPP Kemenhan. Dia pun menginginkan agar status UPN secara hukum dapat segera diselesaikan.

Dalam kesempatan yang sama, Rektor UPN Veteran Yogyakarta Prof Dr Ir Sari Bahagiati Kusumayuda MSc menuturkan, UPN telah memproses peruba- han status tersebut sejak beberapa tahun yang lalu. Saat ini kepengurusan terus berjalan dan pihaknya menyerahkan kepada pemerintah pusat untuk memutuskannya. “Perubahan status masih dalam proses. Kami pun sudah menyerahkan semua urusan kepada pusat. Kami tinggal menunggu keputusan,” ujarnya.

(berbagai Sumber)

Minggu, 02 Maret 2014

Kapal Raksasa Seruduk Indonesia, Suez dan Panama Menyerah

Inilah kapal terbesar sejagat saat ini: Triple E. Panjangnya 400 meter. Tinggi 73 meter, dan lebar 59 meter. Bobot mati 160.000 ton. Memiliki dua baling-baling seberat 140 ton.

Luas kapal ini bisa menampung lebih dari empat lapangan sepak bola. Saking besarnya, kapal ini tidak akan muat jika melewati terusan Suez dan Panama. Jika melintasi benua, kapal ini menggunakan jalur tradisional.

Dipesan ekslusif oleh perusahaan pelayaran nomor satu dunia asal Denmark, Maersk Line, sebanyak 20 buah. Dibuat oleh galangan kapal laut ternama Korea selatan, Daewo. Mulai dibangun tahun 2006. Kapal pertama berlayar pada bulan Juli 2013 melalui Singapura menuju Eropa. Saat ini baru tiga buah yang jadi, Maersk Mc Kinney Moller, Majestic Mersk, dan Mary Maersk.

Nama Triple E diambali dari tiga prinsip yang melekat pada fungsi kapal tersebut. Economy of Scale (Skala ekonomi), Energgy efficient (Hemat energi), Environmentally improved (Ramah lingkungan). Karena konsumsi bahan bakar kapal ini lebih hemat 35% dan menghasilkan emisi CO2 50% lebih sedikit dibanding kapal kontainer yang dioperasikan sejumlah perusahaan pelayaran dunia saat ini.

Kapal ini bisa mengangkut 18.000 TEUs (kontainer). TEUs adalah jenis kontainer dengan panjang kira-kira 7 meter. Sebelumnya kapal terbesar di dunia Emma Maersk mampu mengangkut 14.000 TEUs. Pelabuhan besar duniapun harus menambah tinggi derek mereka agar bisa mencapai tumpukan kontainer yang paling atas.

Panglima Menantang Raksasa

Apakah kapal ini bisa mampir di Indonesia? Mustahil untuk saat ini. Pelabuhan yang dimiliki Indonesia jauh dari ukuran itu. Bayangkan saja, pelabuhan sebesar Tanjung Perak Surabaya pun hanya menerima kapal 3.000 kontainer. Medan, Makassar dan Batam hanya bisa menerima kapal 1.000 kontainer.



Dunia perkapalan memang terus memperbesar ukuran kapal. Ini untuk mengejar efisiensi angkutan barang. Kian besar kapal. Kian banyak yang bisa diangkut. Dan kian murah biaya angkutnya.

Indonesia kian terkucil. Indonesia hanya jadi feeder untuk pelabuhan-pelabuhan besar negara lain. Bahkan dibanding Singapura sekalipun. Singapura yang sebesar telaga tapi memiliki pelabuhan sebesar samudra. Sedangkan Indonesia yang sebesar Samudra hanya memiliki pelabuhan sebesar telaga. Yang mengakibatkan kegiatan ekspor impor Indonesia harus melalui Singapura.

Tapi jangan berkecil hati. Sebentar lagi Indonesia akan bebas dari keterkucilannya. Pasukan BUMN di bawah komando Dahlan Iskan bersama “panglima lautnya”, Dirut Pelindo II, RJ Lino akan merubah sejarah. Berhasil membuat pelabuhan besar yang bisa disinggahi kapal terbesar dunia saat ini.

PT Pengembangan Pelabuhan Indonesia, anak usaha PT Pelindo II awal 2013 lalu langsung beraksi membangun infrastruktur pelabuhan. Untuk menghindari padatnya lalu lintas, PT Jasa Marga langsung diminta membuat jalan tol menuju pelabuhan. Pelabuhan ini terletak 7 kilometer di tengah laut. Proyek ini juga melibatkan PT Kawasan berikat nusantara karena menggunakan tanah miliknya.

Pelabuhan ini bernama New Tanjung Priok atau Pelabuhan Kalibaru. Memiliki kedalaman sampai 16 meter.

Saat pelabuhan New Tanjung Periok selesai dibangun. Pelabuhan itu akan merubah peta logistik nasional dan internasional.

Pelabuhan itu membuat arus ekspor impor Indonesia tidak lagi melalui Singapura atau Hongkong. Bisa langsung ke Amerika dan Eropa atau tujuan lain. Biaya angkut terpangkas sampai 40%. Yang mendorong produk dalam negeri dapat lebih bersaing dengan produk dari Tiongkok atau Thailand di pasar dunia.

Pelabuhan Indonesia akan sejajar dengan 16 pelabuhan besar dunia yang tersertifikasi menangani muatan kapal seukuran Triple E. Tidak kalah dengan Singapura.

Pelabuhan itu dibangun tanpa menggunakan APBN sepeserpun. Padahal biaya pembangunan pelabuhan ini tidak main-main, 40 triliun. Pemerintah hanya diminta mengeluarkan izin oleh sang penggagas: RJ Lino. Selebihnya dia yang urus. Kini pelabuhan itu sesaat lagi menjadi nyata. Pelindo II sudah membangun 50% infrastruktur pelabuhan.

Hari Selasa dan Rabu kemarin, Dahlan Iskan pergi ke Jepang. Menyaksikan penandatanganan kontrak pembangunan dan pengoperasian terminal satu New Tanjung Priok dengan perusahaan Jepang, Mitsui.

Mitsui akan membangun bagian suprastruktur dan sumber daya manusia di pelabuhan New tanjung Priok. Suprastruktur itu meliputi crane dan alat-alat di lapangan. Mitsui menggelontorkan USD 300 juta untuk proyek ini. Memberi pembayaran di muka sebesar USD 100 juta. Untuk sewa pengoperasian pelabuhan, Mitsui membayar USD 14 juta setiap tiga bulan kepada Pelindo II. Akhir tahun ini terminal satu ditargetkan selesai dan dapat dioperasikan.

Saat pengoperasian dimulai, bersama Dahlan Iskan dan panglima perangnya: RJ Lino, Indonesia kembali meraih gelarnya yang selama ini hanya berupa selogan: Negara Bahari. Laut Indonesia siap diseruduk kapal terbesar dunia sekalipun. Triple E.

Saat Itu Indonesia benar-benar kembali menancapkan cakarnya. Kembali mengukuhkan diri menjadi salah satu macan Asia. Dan kita boleh berkata: Cukup sampai di sini Singapura.***

Catatan: Sekarang RJ Lino dituntut mundur oleh Serikat Pekerja dan DPR.

Kompasiana Lukman Bin Saleh

http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/02/28/kapal-raksasa-seruduk-indonesia-636172.html