Oleh Koesnadi Kardi M.Sc, RCDS*
Dalam
rangkaian memperingati Hari Ulang Tahun ke-66 TNI AU, tepatnya pada 9
April 2012, APCI (Air Power Centre of Indonesia) bersama-sama dengan
PPAU (Persatuan Purnawirawan Angkatan Udara) dan CNSS (Centre for
National Security Studies) yang didukung TNI AU menyelenggarakan suatu
seminar air power yang khusus mengkaji organisasi angkatan udara yang
unity of command.
Kegiatan
seminar tersebut mengundang para pembicara dari angkatan udara Amerika
Serikat, Australia, dan Singapura untuk mendapatkan beberapa masukan
yang berkaitan dengan bagaimana peran angkatan udara modern di masa
depan.
Sementara pembicara dari dalam negeri akan melibatkan pembicara dari kalangan akademikus (diwakili dari UI), CNSS, PPAU, dan TNI AU.
Sementara pembicara dari dalam negeri akan melibatkan pembicara dari kalangan akademikus (diwakili dari UI), CNSS, PPAU, dan TNI AU.
Mengapa
TNI AU membahas tentang organisasi angkatan udara yang bersifat unity
of command, apakah makna dari pembahasan tersebut, keuntungan apa yang
diperoleh dengan organisasi yang unity of command, dan apakah rencana
validasi organisasi tersebut juga mencerminkan organisasi angkatan udara
sebagai independence of the air force sebagaimana organisasi angkatan
udara di negara-negara lain?
“Air Power”
Sebagaimana
organisasi angkatan udara di seluruh dunia, khususnya bagi organisasi
angkatan udara di negara-negara maju, yang diawali dari pembentukan
organisasi angkatan udara yang pertama di dunia, yaitu RAF (Royal Air
Force), langsung menentukan sebagai organisasi yang mencerminkan
independence of the air force.
Inggris
menyadari benar akan bagaimana pentingnya organisasi angkatan udara
yang bertanggung jawab untuk mengendalikan udara dalam rangka menjaga
kedaulatan negara di udara.
Kemudian
Amerika Serikat yang juga mendirikan angkatan udara pada 1947 berkat
upaya yang gigih dari tokoh air power AS dari US Army, yaitu Brigadir
Jenderal Billy Michell (penerbang Angkatan Darat AS), yang pada awalnya
mendapat banyak tantangan namun kemudian dia dianggap sebagai the
founder of the USAF.
Pembentukan
organisasi angkatan udara di AS bukanlah tanpa tantangan, karena upaya
keras Billy Michell membuatnya sampai diturunkan pangkatnya dan akhirnya
dipecat dari US Army.
Namun
kemudian AS mengakui upayanya benar dan memahami akan manfaat peran air
power dan akhirnya dia dinobatkan sebagai pendiri angkatan udara AS
atau yang lebih dikenal dengan USA.
Sebaliknya,
dengan negara Indonesia, walaupun kelahiran TNI AU pada 9 April 1946
(lebih tua dari USAF), organisasi TNI AU masih belum mencerminkan
independence air force.
Sejak
1965 di mana TNI AU pernah mengalami sejarah kelam pasca-G30S/1965
karena tragedi politik, pemerintah pada saat itu membentuk organisasi
TNI yang solid dengan kebersamaan integritas yang berlangsung sampai
saat ini.
Walaupun
kita menyadari perkembangan air power adalah seiring dengan
perkembangan teknologi dan informasi, karena “air power merupakan
product of tehnology”, perkembangan organisasi TNI AU sampai saat ini
masih belum mencerminkan organisasi yang dikenal dengan sebutan
independence of the air force karena masih bercermin pada upaya
kebersamaan integritas yang tinggi.
Karena
itu, perkembangannya sampai saat ini, organisasi TNI AU masih belum
mencerminkan unity of command. Akibatnya, peran yang harus dilakukan
juga belum bisa berkembang sesuai dengan tugas pokok yang harus diemban
dan sifat-sifat air power juga belum terkomodasi terhadap sifat inti air
power, yaitu high, speed, and, range (ketinggian, kecepatan, dan jarak
jangkau).
Untuk
itu TNI AU sangat berharap tanpa melepaskan diri dari soliditas
integritas yang tinggi terhadap angkatan lain, peran air power harus
pula muncul pada rencana validasi organisasi TNI AU di masa depan.
Terbang Tinggi dan Jauh
Air
power memiliki kekhasan yang ternyata berbeda apabila dibandingkan,
baik dengan land power maupun maritime power. Kekhasan air power
tersebut, pertama karena mampu terbang tinggi yang tidak dimiliki baik
oleh land power maupun maritime power.
Kedua,
mampu terbang dengan kecepatan tinggi, bahkan mampu melebihi kecepatan
suara. Ketiga, mampu terbang dengan jarak yang sangat jauh (karena
selain mampu terbang dengan cepat juga muatan bahan bakarnya bisa
ditambah).
Dari
ketiga kekhasan inti tersebut akan berdampak pada kemampuan, yaitu (1)
control of the air, (2) precision strike, (3) precision engagement, (4)
rapid force projection, dan (5) information exploitation.
Dari
kelima kekuatan inti tersebut, kekuatan yang pertamalah yang akan
dibahas pada seminar air power pada Selasa (10/4) di Executive Club,
Persada, di Halim Perdanakusuma. Tema seminar air power tersebut adalah
“Roles, Command, and Control of the Air Force in Modern and Irregular
War”.
Para
pembicara dari Singapura, Col Lim Tuang Liang, Head of Plans RSAF,
menyampaikan topik “Strategies for full Spectrum Air Operations”,
pembicara dari APDC (Air Power Development Centre), Australia, Dr Sanu
Kainikara menyampaikan topik tentang “Air Power in Irregular War”, dan
pembicara dari AS, Mr Mike McSpadden, Chief F-16 Engineer, menyampaikan
topiknya tentang “The Refurbished RDAF F-16s for TNI AU”.
Inti
dari sesi pertama ini para peserta seminar diberikan gambaran tentang
bagaimana strategi dari air power yang memiliki kekhasan sehingga mampu
melaksanakan semua spektrum operasi udara, bahkan mampu melaksanakan
perang secara tidak reguler.
Pada
sesi kedua, ada empat pembicara dari dalam negeri, yaitu (1) Dr Andi
Widjajanto mewakili kalangan akademikus, (2) Dr Kusnanto Anggoro dari
CNSS, (3) Marsdya TNI (Purn) Wrensiwiro dari PPAU, dan (4) Marsma TNI
Simamora dari TNI AU.
Topik
pada sesi kedua ini khusus membahas potensi yang akan mengancam wilayah
kedaulatan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia
sehingga diperlukan peran khusus dari air power.
Untuk
itu diperlukan suatu organisasi yang bersifat unity of command, untuk
bisa diterapkan bagi organisasi TNI AU yang sesuai dengan makna UU No
3/2002 tentang pertahanan negara dan UU No 34/2004 tentang TNI.
Hasil
kajian dari rencana validasi organisasi TNI AU tersebut termasuk
organisasi Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara Nasional) yang selama
ini berada pada garis komandonya Panglima TNI (bukan pada garis
komandonya Kasau).
Hal
ini termasuk organisasi yang bukan mencerminkan unity of command yang
diharapkan di masa depan. Pembahasan seminar air power kali ini
dimaksudkan sebagai upaya agar TNI AU di masa depan mampu mewujudkan
organisasi yang mencerminkan “the first class air force”.
Dengan
demikian, peran air power yang dimiliki TNI AU diharapkan mampu
memunculkan kekhasannya dan di kemudian hari juga mampu meningkatkan
kemampuan information exploitation (air recconaisance, air surveillance,
dan air intelligence).
Dengan
demikian TNI AU di masa depan akan mampu mengakomodasikan hukum udara
dan ruang angkasa yang sampai sekarang dinilai masih sangat lemah.
Selain itu diharapkan peran TNI AU dalam menjaga kedaulatan negara akan
dapat diwujudkan secara optimum untuk dapat memiliki detterence power
yang andal. Bravo TNI AU dan semoga TNI AU tetap jaya di udara. (Sumber:
Sinar Harapan , 9 April 2012).
0 comments:
Posting Komentar